Rabu, 26 Juni 2013

Manfaat Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan



Manfaat Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan

Sebagai manusia, tentunya seseorang butuh ilmu pengetahuan yang cukup untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Dalam prosesnya, perolehan ilmu pengetahuan didominasi dan identik dengan kegiatan pembelajaran. Dan diantara manfaatnya adalah seorang pendidik dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi yang ia miliki, meningkatkan kreatifitas, memajukan pola pikir yang masih sederhana menjadi terarah, dan yang terpenting adalah perubahan dalam tingkah laku (yang lebih baik).
Dalam hal ini, sangat erat kaitannya dengan pendidikan kewarganegaraan karena tujuannya yang sangat terarah dan memerlukan penyesuaian antara kedua hal tersebut. Diantara tujuan mempelajari pendidikan kewarganegaraan adalah yang Pertama mengerti peran, hak dan kewajiban kita sebagai bagian dari suatu negara. Ketika kita semua sudah tahu dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang didapatkan, maka kita bisa menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai peraturan ataupun menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Kedua memotivasi kita untuk memiliki sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Artinya setelah mengerti peran dan keadaan negara , kita seharusnya menjadi warga negara yang cinta pada tanah air dan rela berkorban demi bangsa dan Negara, artinya kita jadikan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sebagai pedoman kita dalam berpikir. Ketiga meningkatkan kesadaran kita dalam peran aktif dalam melaksanakan bela negara. Karena Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya pendidikan yang salah satunya adalah pendidkan kewarganegaraan.
Mengapa :
            Agar pengetahuan kita terutama peserta didik lebih sistematis dan terarah, pembelajaran merupakan sarana yang sangat tepat dalam hal itu, disamping sekedar memperluas ilmu pengetahuan juga untuk melatih peserta didik agar sejak awal lebih peka terhadap lingkungan sebelum terjun langsung ke lapangan atau masyarakat, artinya pembelajaran merupakan proses awal bagi peserta didik untuk menuju kedewasaan. Hal itulah yang menimbulkan pertanyaan mengapa pembelajaran dilakukan?.
Bagaimana :
Biasanya dalam lembaga formal seperti sekolah, pembelajaran dilakukan secara partisipatif dan kontekstual, keterlibatan peserta didik sangat dibutuhkan dalam sebuah pembelajaran dengan tujuan menjadikan pembelajaran tersebut terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling membantu dan saling belajar sehingga apa yang menjadi orientasi dari pembelajaran tersebut tercapai yakni keaktifan.
Dalam pendidkan kewarganegaraan sangat dibutuhkan pembelajaran yang kontekstual. Kontekstual merupakan upaya pendidik untuk menghubungkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik, dan mendorong peserta didik melakukan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Jalan sepeti inilah yang harus ditempuh dalam pembelajaran untuk memudahkan pemahaman dalam pembelajaran.

Manusia dan Keadilan






MAKALAH
MANUSIA DAN KEADILAN/KESEDERAJATAN
MATA KULIAH PENDIDIKAN ILMU KULTURAL
DOSEN PEMBIMBING BAPAK MAWARDI, M.Pd.










Add caption





Oleh :
Muhammad Rabik
Saiful Bahari
Sundirawati

Semester 2 Prodi PKn

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN (FKIP)
UNIVERSITAS ISLAM MADURA
SUMBER BUNGUR PAKONG PAMEKASAN
TAHUN AKADEMIK 2011/2012










KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Manusia Dan Keadilan”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah PIK, “Pendidikan Ilmu Kultural”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, kepada Teman-Teman Mahasiswa dan Dosen Pembimbing Universitas Islam Madura .
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai suatu disiplin ilmu yang bernilai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.


Pamekasan, 13 November 2012

Penulis



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................           i
KATA PENGANTAR .....................................................................................................           ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................           iii

BAB  I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................           1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................           1
C. Tujuan dan manfaat Penulisan......................................................................           1
BAB II PEMBAHASAN
A. Manusia .......................................................................................................           2
1. Kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk Allah yang
    lainnya......................................................................................................           2
2. Tujuan penciptaan manusia .....................................................................           2
3. T ugas dan peran manusia........................................................................           3
4. Tanggung jawab manusia ........................................................................           3
B. Keadilan.......................................................................................................           4
1. Pengertian adil..........................................................................................           4
2. Macam-macam adil..................................................................................           4
3. Faktor yang menunjang keadilan .............................................................           5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................................................           7
Saran-saran...............................................................................................................           7

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................           8







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk individualis. Manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam suatu keadaan tertentu manusia membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri. Karena sifat makhluk hidup yang sosial dan individualis, banyak keragaman-keragaman yang terjadi di masyarakat. Seperti terjadinya konflik karena perbedaan pendapat atau kesalahpahaman saat berkomunikasi. Itu baru salah satu contoh kecil kergaman di masyarakat.
Keragaman masyarakat dapat menimbulkan  berbagai macam konflik akibat tidak adanya sesuatu yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Untuk menghindari konflik tersebut manusia membuat suatu kebijakan yang disepakati bersama yang biasa disebut peraturan. Peraturan ini dibuat untuk membatasi kebebasan manusia dalam mengaktualisasikan diri agar tidak mengganggu kepentingan umum, dan inilah yang diharapkan dari sebuah KEADILAN.
B.     Rumusan Masalah
  1. Apakah pengertian masnusia?
  2. Apakah Tujuan, Tugas dan peran penciptaan manusia?
  3. Apakah pengertian keadailan?
C.     Tujuan dan manfaat Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas MPK agama Islam dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang manusia dan keadilan lebih-lebih dalam pandangan islam dan untuk membuat kita lebih memahami islam.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Manusia

  1. Kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk Allah yang lainnya.
Dibanding makhluk lainnya manusia mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut, maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.
Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95 :4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternatif) tetap hidup dengan ajaran Allah (QS. Al-An’am : 165). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan (bisa dibedakan) dengan makhluk lainnya. Jika manusia hidup dengan ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang (ulaaika kal an’aam), bahkan lebih buruk dari binatang (bal hum adhal). Dalam keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).
Ø  Jadi kelebihan manusia adalah
a.       Makhluk tuhan paling sempurna
b.      Mengabdi kepada allah
c.       Makhluk yang dianugerahi akal
d.      Menjadi khalifah
e.       Bertanggungjwab atas segala perbuatannya
  1. Tujuan penciptaan manusia
a.       “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56).
b.      “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembali-kan kepada Kami?” (Al-Mukminun: 115).
c.       “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (Al-Qiyamah: 36).
Jadi berdasarkan ayat diatas tujuan penciptaan dari manusia tak lain adalah untuk ibadah. Ibadah sendiri artinya tunduk dan patuh kepada allah ta’ala dengan penuh kecintaan dan pengagungan dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya sesuai dengan tuntutan yang ditetapkan dalam syarita-syariat-Nya.
  1. Tugas dan peran manusia
a.       Beribadah kepada Allah SWT merupakan tugas pokok bahkan satu-satunya tugas dalam kehidupan manusia sehingga apa pun yg dilakukan oleh manusia dan sebagai apa pun dia seharusnya dijalani dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya yg artinya “Dan Aku tidak menciptakan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku.” . Agar segala yg kita lakukan bisa dikategorikan ke dalam ibadah kepada Allah SWT paling tidak ada tiga kriteria yg harus kita penuhi.
Ø  Lakukan segala sesuatu dgn niat yang ikhlas krn Allah SWT. Keikhlasan merupakan salah satu kunci bagi diterimanya suatu amal oleh Allah SWT dan ini akan berdampak sangat positif bagi manusia yg melaksanakan suatu amal krn meskipun apa yg harus dilaksanakannya itu berat ia tidak merasakannya sebagai sesuatu yg berat apalagi amal yg memang sudah ringan. Sebaliknya tanpa keikhlasan amal yg ringan sekalipun akan terasa menjadi berat apalagi amal yg jelas-jelas berat utk dilaksanakan tentu akan menjadi amal yg terasa sangat berat utk mengamalkannya.
Ø  Lakukan segala sesuatu dgn cara yg benar bukan membenarkan segala cara sebagaimana yg telah digariskan oleh Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Manakala seorang muslim telah menjalankan segala sesuatu sesuai dgn ketentuan Allah SWT maka tidak ada penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan ini yg membuat perjalanan hidup manusia menjadi sesuatu yg menyenangkan.
Ø  Lakukan segala sesuatu dgn tujuan mengharap ridha Allah SWT dan ini akan membuat manusia hanya punya satu kepentingan yakni ridha-Nya. Bila ini yg terjadi maka upaya menegakkan kebaikan dan kebenaran tidak akan menghadapi kesulitan terutama kesulitan dari dalam diri para penegaknya hal ini krn hambatan-hambatan itu seringkali terjadi krn manusia memiliki kepentingan-kepentingan lain yg justru bertentangan dgn ridha Allah SWT.
  1. Tanggung jawab manusia
a.       Sebagai khalifatullah
Ø  Mewujudkan kemakmuran di muka bumi.
Ø  Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.
Ø  Memelihara bumi sebagai tempat tinggal.
b.      Sebagai abd/ hamba allah
Ø  Taat, tunduk dan patuh kepada perintah allah.
Ø  Menghambkan diri kepada-Nya bukan kepada nafsu.
Ø  Menjalankan aktifitas dengan berpedoman kepada ketentuan Allah.
B.     Keadilan
1.      Pengertian Keadilan/kesederajatan
Allah berfirman dalam Al-quran: "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran".(QS An-Nahl : 90)
Dalam kitab suci Al-Quran digunakan beberapa term/istilah yang digunakan untuk mengungkapkan makna keadilan. Lafad-lafad tersebut jumlahnya banyak dan berulang-ulang. Diantaranya lafad "al-adl" dalam Al-quran dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35 kali. Lafad "al-qisth" terulang sebanyak 24 kali. Lafad "al-wajnu" terulang sebanyak 23 kali. Dan lafad "al-wasth" sebanyak 5 kali.[1]
Berlaku adil adalah salah satu prinsip Islam yang dijelaskan dalam berbagai nash ayat maupun hadits. Prinsip ini benar-benar merupakan akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam syari’at Islam, sehingga wajar kalau tuntunan dan aturan agama semuanya dibangun di atas dasar keadilan dan seluruh lapisan manusia diperintah untuk berlaku adil.
Kesederajatan berasal dari kata sederajat yang menurut KBBI artinya adalah sama tingkatan (pangkat, kedudukan). Dengan demikian konteks kesederajatan di sini adalah suatu kondisi di mana dalam perbedaan dan keragaman yang ada manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki.
2.      Macam-macam adil
Adil yang berhubungan dengan perseorangan dan adil yang berhubungan dengan kemasyarakatan.
a.       Adil perseorangan adalah tindakan memihak kepada yang mempunyai hak, bila seseorang mengambil haknya tanpa melewati batas, atau memberikan hak orang lain tanpa menguranginya itulah yang dinamakan tidak adil.
b.      Adil dalam segi kemasyarakatan dan pemerintahan misalnya tindakan hakim yang menghukum orang-orang jahat atau orang-orang yang bersengketa sepanjang neraca keadilan. Jika hakim menegakan neraca keadilanya dengan lurus dikatakanlah dia hakim yang adil dan jika dia berat sebelah maka dipandanglah dia zalim. Pemerintah dipandang adil jika dia mengusahakan kemakmuran rakyat secara merata, baik di kota-kota maupun di desa-desa.
Allah berfirman dalam Al-Quran: "Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang menegakan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap satu kaum, mendorong untuk kamu berbuat tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". (Al-Maidah : 8)
Keadilan adalah ketetapan Allah bagi kosmos atau alam raya ciptaan-Nya, karena menurut ajaran Islam keadilan adalah prinsip yang merupakan hukum seluruh hajat raya. Oleh karenanya melanggar keadilan adalah melanggar hukum kosmos dan dosa ketidak adilan akan mempunyai dampak kehancuran tatanan masyarakat manusia.[2]
Sebagai gambaran dari keadilan Rasululah saw memberi contoh kepada kita, kalau beliau ingin pergi jauh beliau undi antara isteri-isterinya. Siapa yang kena undian maka itulah yang dibawanya. Sebagai kepala negara dan hakim, beliau selalu menerapakan keadilan dengan betul, hingga beliau pernah menyatakan: "Jika sekiranya Fatimah binti Muhamad mencuri, niscaya aku potong tangannya". (HR. Bukhori).
3.      Faktor yang menunjang keadilan
a.       Tentang di dalam mengambil keputusan. Tidak berat sebelah dalam tindakan karena pengaruh hawa nafsu, angkara murka ataupun karena kecintaan kepada seseorang. Rasululah saw dalam salah satu sabdanya mengingatkan agar janganlah seorang hakim memutuskan perkara dalam keadaan marah. Emosi yang tidak stabil biasanya seseorang tidak adil dalam putusan.
b.      Memperluas pandangan dan melihat persoalannya secara obyektif. Mengumpulkan data dan fakta, sehingga dalam keputusan seadil mungkin.
Jika adil adalah sifat dan sikap Fadlilah (utama) maka sebagai kebalikannya adalah sikap zalim. Zalim berarti menganiaya, tidak adil dalam memutuskan perkara, berarti berat sebelah dalam tindakan, mengambil hak orang lain lebih dari batasnya atau memberikan hak orang lain kurang dari semestinya. Sikap zalim itu diancam Allah dalan firmannya: "Tidakkah bagi orang zalim itu sahabat karib atau pembela yang dapat ditakuti". (Al-mu`min : 18).
Dalam ayat lain Allah berfirman lagi : "Dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun".(Ali Imran : 192).
Dalam hal ini, ahli-ahli akhlak mengemukakan hal-hal yang mendorong seseorang berlaku zalim:
*      Cinta dan benci. Barang siapa yang mencintai seseorang, biasanya ia berlaku berat sebelah kepadanya. Misalnya orang tua yang karena cinta kepada anak-anaknya, maka sekalipun anaknya salah, anak itu dibelanya. Demikian pula kebencian kepada seseorang, menimbulkan satu sikap yang tidak lagi melihat kebaikan orang itu, tetapi hanya menonjolkan kesalahannya.
*      Kepentingan diri sendiri. Karena perasaan egois dan individualis, maka keuntungan pribadi yang terbayang menyebabkan seseorang berat sebelah, curang dan culas.
*      Pengaruh luar. Adanya pandangan yang menyenangkan, keindahan pakaian, kewibawaan, kepasihan pembicaraan dan sebagainya dapat mempengaruhi seseorang berat sebelah dalam tindakannya. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat menyilaukan perasaan sehingga langkahnya tidak obyektif.
*      Oleh karena itulah, bisa disimpulkan bahwa keadilan dan kezaliman bisa muncul karena adanya beberapa faktor, diantaranya:
1.      Kondisi orang tersebut pada saat itu.
2.      Luas dan sempitnya pengetahuan yang dimiliki.
3.      Latar belakan cinta dan benci.
4.      Terdorong oleh kepentingan sendiri atau golongan.
5.      Adanya pengaruh dari luar (ekstern).




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manusia sejak awal lahirnya adalah sebagai makhluk sosial. Makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia memerlukan mitra untu mengembangkan kehidupan yang layak. Sebagai individu, manusia di tuntut untuk dapat mengenal serta memahami tanggung jawab bagi drinya sendiri, masyarakt, dan sang pencipta.
Sebagai makhluk biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang di lengkapi otak berkemampuan tinggi. Sebagai makhluk kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain.  Sebagai makhluk kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Keragaman masyarakat dapat menimbulkan  berbagai macam konflik akibat tidak adanya sesuatu yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Untuk menghindari konflik tersebut manusia membuat suatu kebijakan yang disepakati bersama yang biasa disebut peraturan. Peraturan ini dibuat untuk membatasi kebebasan manusia dalam mengaktualisasikan diri agar tidak mengganggu kepentingan umum.
B.     Saran-saran
Salah satu hal yang dapat dijadikan solusi adalah Bhineka Tunggal Ika yang merupakan ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang “majemuk” atau “heterogen”. Masyarakat Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa dan beraneka ragam latar belakang kebudayaan, agama, sejarah, dan tujuan yang sama yang disebut Kebudayaan Nasional.
Terciptanya “tunggal ika” dalam masyarakat yang “bhineka” dapat diwujudkan melalui “integrasi kebudayaan” atau “integrasi nasional”. Dalam hubungan ini, pengukuhan ide “tunggal ika” yang dirumuskan dalam wawasan nusantara dengan menekankan pada aspek persatuan disegala bidang merupakan tindakan yang positif. Namun tentu saja makna Bhineka Tunggal Ika ini harus benar-benar dipahami dan menjadi sebuah pedoman dalam berbangsa dan bernegara.


DAFTAR PUSTAKA

Setiadi, Elly. M, dkk, 2008, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta : Kencana.
Ali, M. Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. PT RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Quran. PT Mizan Pustaka : Bandung.
http://pembahasan-hakikat-manusia-dalam-islam-/110525022733-/phpapp02.



[1] Muhamad Fu`ad Abdul Bagi dalam Mu`jam Mupathos Lialfaadhil Qur`an
[2] Nurcholish Majid